Mengenal Harta Pusaka Tinggi dan Rendah dalam Adat Minangkabau: Penjelasan Datuak dan Ninik Mamak Nagari Salimpat
Mengenal Harta Pusaka Tinggi dan Rendah dalam Adat Minangkabau: Penjelasan Datuak dan Ninik Mamak Nagari Salimpat.
Kabar Gumanti TV
Nagari Salimpat, Lembah Gumanti, gumantitv.online —
Dalam adat Minangkabau yang diwarisi secara turun-temurun, konsep harta pusaka memainkan peranan penting dalam struktur sosial dan hukum adat. Di Nagari Salimpat, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, pengetahuan mengenai pembagian harta pusaka menjadi tinggi dan rendah masih dipegang teguh oleh para datuak dan ninik mamak sebagai penjaga nilai dan tatanan adat.
Menurut Datuak Panghulu Basa, salah satu ninik mamak terkemuka di Nagari Salimpat, harta pusaka dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Keduanya memiliki fungsi, kedudukan, dan aturan hukum adat yang berbeda secara signifikan.
1. Harta Pusaka Tinggi: Warisan Leluhur untuk Kaum
Definisi dan Karakteristik
Harta pusaka tinggi adalah harta yang diwariskan secara turun-temurun melalui garis keturunan ibu (matrilineal), dan tidak dapat diperjualbelikan. Jenis harta ini bersifat kolektif, dimiliki oleh kaum atau suku, dan menjadi simbol keberlanjutan adat.
“Pusako tinggi itu milik kaum, bukan milik pribadi. Tidak bisa dijual, hanya bisa digadai untuk kepentingan bersama. Dan itu pun harus ada kesepakatan ninik mamak,” jelas Datuak Marajo, salah seorang pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) Salimpat.
Contoh Harta Pusaka Tinggi:
Tanah ulayat
Sawah warisan
Rumah gadang
Kebun warisan
Benda pusaka leluhur seperti keris, kain adat, dan sebagainya
Pengelolaan dan Sengketa
Pengelolaan harta pusaka tinggi dilakukan oleh mamak sebagai kepala waris, dengan pengawasan ninik mamak dan musyawarah kaum. Sengketa mengenai harta ini diselesaikan di forum adat, bukan pengadilan negara, melalui KAN dan musyawarah mufakat.
2. Harta Pusaka Rendah: Hasil Usaha yang Bisa Dimiliki Pribadi
Berbeda dengan harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah adalah harta yang diperoleh dari usaha pribadi seseorang atau keluarga, baik itu dari hasil pekerjaan, warisan orang tua, atau pembelian.
“Harta pusaka rendah bisa diwariskan secara pribadi, bisa dijual, dan bisa dibagi menurut hukum waris yang disepakati keluarga,” ungkap Ninik Mamak Sutan Rajo Malano, sesepuh adat dari Jorong Salimpat.
Contoh Harta Pusaka Rendah:
Tanah hasil membuka lahan baru
Rumah dari hasil jerih payah
Kendaraan, tabungan, atau aset lain yang diperoleh secara pribadi
Harta jenis ini biasanya sudah bersertifikat dan secara hukum negara memiliki kepastian legalitas sebagai milik pribadi.
Perbandingan Singkat: Harta Pusaka Tinggi vs Rendah
Fitur Harta Pusaka Tinggi Harta Pusaka Rendah
Asal Usul Warisan leluhur melalui garis ibu Hasil usaha pribadi atau warisan orang tua
Kepemilikan Milik kaum atau suku Milik pribadi oleh ahli waris
Boleh Dijual? Tidak boleh diperjualbelikan Boleh diperjualbelikan
Pengelola Mamak sebagai kepala waris Pribadi masing-masing ahli waris
Contoh Rumah gadang, tanah ulayat Tanah beli, rumah pribadi, kendaraan
Makna dan Relevansi dalam Kehidupan Sosial
Pemahaman mengenai dua jenis harta ini sangat penting, khususnya dalam penyelesaian sengketa warisan dan penataan struktur sosial di Minangkabau. Dengan menjaga dan mengelola harta pusaka tinggi, masyarakat Minangkabau tidak hanya melestarikan fisik harta warisan, tapi juga menjaga warisan nilai, martabat, dan identitas kaum.
Sebagaimana dikatakan oleh Datuak Marajo:
"Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Dalam hal pusako, yang utama bukan hanya harta, tapi keberkahan dan kesinambungan kaum."
Reporter: Tim Redaksi GumantiTV.online
Sumber: Wawancara eksklusif bersama Datuak Panghulu Basa, Datuak Marajo, dan Ninik Mamak Sutan Rajo Malano di Nagari Salimpat, Juli 2025.
Komentar
Posting Komentar