Dari Kincia Tua, Lahir Kue Kareh-Kareh: Oleh-Oleh Tradisional Khas Jorong Tanjung Balit yang Mulai Langka
Kabar Gumanti TV
Lembah Gumanti, gumantitv.online —
Di tengah derasnya arus modernisasi, masih ada cita rasa tradisional yang bertahan dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah kue kareh-kareh, panganan khas Minangkabau yang berasal dari Jorong Tanjung Balit, Nagari Salimpek, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Kue kareh-kareh terbuat dari adonan tepung beras dan gula yang dibentuk menyerupai sarang burung, berlapis-lapis dengan warna merah kecoklatan. Teksturnya renyah, dan rasanya manis khas gula aren. Dalam bahasa Minangkabau, kata kareh berarti “keras”—menggambarkan kerenyahan unik dari kue ini.
Menariknya, proses pembuatan kareh-kareh masih menggunakan kincia tua (kincir air tradisional), menjadi simbol bahwa tradisi ini tetap berpijak pada akar budaya lokal.
Usaha Turun-Temurun Sejak 1990-an
Salah satu pelaku usaha yang konsisten menjaga warisan ini adalah Zulfa Yenti (66), warga Tanjung Balit. Ia telah puluhan tahun menekuni produksi kue kareh-kareh sebagai usaha keluarga yang diwariskan secara turun-temurun.
"Usaha ini sudah ada sejak tahun sembilan puluhan, dimulai dari nenek saya, lalu ibu saya, sekarang ke saya dan anak-anak," ujar Yenti saat ditemui tim GumantiTV.
Permintaan Meningkat Saat Lebaran
Yenti mengaku penjualan kareh-kareh meningkat tajam menjelang Lebaran, terutama untuk kebutuhan oleh-oleh para perantau.
"Biasanya banyak yang mesan kareh-kareh untuk dibawa ke rantau. Selain dari Sumbar, saya kirim juga ke Jakarta, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya," jelasnya.
Tak hanya produksi rumahan, Yenti juga aktif mengikuti berbagai pelatihan UMKM dari Dinas Koperasi dan Perdagangan (Koperindag) Kabupaten Solok demi mengembangkan usaha secara berkelanjutan.
Tak Banyak Lagi yang Membuat
Meski permintaan tinggi, pembuat kue kareh-kareh semakin langka. Menurut Yenti, membuat kue ini memerlukan ketekunan dan keterampilan khusus. Adonannya harus disusun dengan presisi, digoreng pada suhu yang tepat, dan memerlukan ketelatenan tinggi agar bentuknya tetap indah.
"Selain prosesnya yang rumit, sekarang orang lebih suka yang praktis. Makanya banyak yang memilih beli daripada buat sendiri," tambahnya.
Kue kareh-kareh bukan sekadar oleh-oleh, tapi juga bagian dari identitas budaya masyarakat Nagari Salimpek. Jika tak dilestarikan, bukan tak mungkin warisan ini akan terkikis oleh waktu.
“Kita bangga karena masih bisa mempertahankan tradisi ini. Tapi kita juga butuh regenerasi, agar generasi muda mau belajar dan meneruskan,” harap Yenti.
Redaksi GumantiTV.online
"Bersama Menumbuhkan Media, Membangun Wawasan Masyarakat"
Komentar
Posting Komentar