Langsung ke konten utama

Orang Minang: Inklusif Tanpa Kehilangan Harga Diri dan Identitas

Kabar Gumanti TV


Oleh Redaksi gumantitv.online 

Minangkabau: Tradisi Inklusif Berbalut Harga Diri

Masyarakat Minangkabau atauorang Minang dikenal luas sebagai perantau ulung. Mereka tersebar di berbagai penjuru Indonesia, bahkan hingga mancanegara. Di mana pun berada, orang Minang dikenal mampu beradaptasi, mudah berbaur, dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Namun, di balik sikap terbuka tersebut, ada satu hal yang selalu dibawa: harga diri dan identitas budaya.

Prinsip hidup orang Minang berakar pada falsafah yang mendalam:

  “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.”

Adat bersendi pada agama, dan agama bersendi pada Al-Qur'an. Falsafah ini tidak hanya menjadi panduan dalam kehidupan adat, tetapi juga dalam pergaulan sehari-hari, termasuk ketika hidup di tanah rantau.

Fakta Sejarah: Perpaduan Agama dan Adat dalam Perjuangan

Sejarah mencatat bagaimana orang Minang berperan besar dalam pergerakan nasional. Dari Haji Agus Salim, diplomat cerdas dengan kemampuan bahasa luar biasa, hingga Mohammad Hatta, proklamator dan Wakil Presiden RI pertama, keduanya adalah tokoh Minang yang membuktikan bahwa nilai adat dan semangat inklusif dapat berdampingan dengan pemikiran modern dan perjuangan kebangsaan.

Bahkan jauh sebelum kemerdekaan, sistem sosial Minangkabau sudah mengenal konsep musyawarah nagari, bentuk pemerintahan lokal yang demokratis dan partisipatif. Dalam sistem ini, keputusan penting diambil bersama oleh ninik mamak, alim ulama, dan cadiak pandai. Nilai musyawarah ini mencerminkan budaya inklusif yang menghargai perbedaan pendapat dan kebersamaan.

Kutipan Tokoh Minang: Kebanggaan yang Tak Tergantikan

Sastrawan besar asal Minangkabau, Chairil Anwar, pernah berkata:

  “Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang.”

Walau kutipan ini terdengar rebel, ia lahir dari semangat individualisme yang tetap menjunjung nilai kebenaran dan keberanian menyuarakan identitas. Chairil tumbuh dengan akar Minang, dan puisi-puisinya menggambarkan semangat merdeka dan kesetiaan pada nilai diri.

Sementara itu, Buya Hamka, ulama dan sastrawan besar Minang, mengingatkan:

 “Agama tanpa kebudayaan adalah kaku, kebudayaan tanpa agama adalah kosong.”

Kutipan ini memperlihatkan bahwa orang Minang tidak pernah memisahkan agama, adat, dan jati diri dalam menjalani hidup.

Inklusif dalam Rantau, Teguh dalam Identitas

Tidak sulit menemukan orang Minang sukses di kota-kota besar, dari pemilik rumah makan Padang hingga akademisi dan tokoh publik. Namun, mereka tetap menjaga identitasnya. Rumah Gadang masih dibangun dengan arsitektur adat, pakaian tradisional Bundo Kanduang masih dikenakan dalam pesta pernikahan, dan upacara adat masih dijalankan dengan khidmat di kampung halaman.

Inklusif bagi orang Minang bukan berarti menyerah pada arus. Justru sebaliknya: mereka bersikap terbuka, namun punya batas dan prinsip. Mereka mampu berkata "ya" pada dunia luar, tanpa berkata "tidak" pada akar budaya sendiri. 

Relevansi Minangkabau di Zaman Sekarang

Di era globalisasi dan digitalisasi, saat identitas bisa larut dalam kecepatan zaman, karakter orang Minang patut menjadi contoh. Mereka membuktikan bahwa keterbukaan dan kemajuan tidak harus dibayar dengan kehilangan jati diri.

Bagi generasi muda Minang, ini menjadi tantangan sekaligus peluang: bagaimana tetap relevan di dunia modern tanpa kehilangan urang awak dalam diri.

Kesimpulan: Kompas Budaya dalam Dunia yang Bergerak Cepat

Budaya Minangkabau adalah contoh hidup bahwa nilai-nilai lokal bisa berdampingan dengan semangat global. Inklusif, tapi tidak kehilangan arah. Terbuka, tapi tidak larut. Harga diri bukan hal yang ditinggalkan, justru menjadi fondasi dalam setiap langkah.

   Dunia mungkin terus berubah,Tapi menjadi Minang—dengan adat, agama, dan nilai—adalah identitas yang tak tergantikan.

Tagar & Kata Kunci SEO:

#Minangkabau #BudayaMinang #IdentitasBudaya #OrangMinang #MinangModern #InklusifTapiBerjatiDiri #AdatBasandiSyarak #TokohMinang #BuyaHamka #AgusSalim #MohammadHatta #WarisanBudaya #GumantiTV


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batimbang Salah: Tradisi Adat Penegak Norma Sosial di Nagari Salimpek

Kabar  Gumanti TV      Fhoto Sari Marajo : Niniek mamak nan           Ampek Suku di jorong Salimpek. Nagari Salimpek, Lembah Gumanti,  gumantitv.online  —  Tradisi Batimbang Salah merupakan salah satu bentuk pelaksanaan hukum adat Minangkabau yang hingga kini masih lestari di Nagari Salimpek, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Tradisi ini menjadi cerminan kearifan lokal dalam menjaga tatanan sosial dan nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun. Pelaksanaan tradisi Batimbang Salah digelar di Balai Adat Salimpek dan melibatkan seluruh unsur pemangku adat, termasuk Niniak Mamak dari seluruh suku yang ada di nagari. Menurut penuturan Dt. Majo Nan Kayo, salah satu tokoh adat di Nagari Salimpek, tradisi ini bukan sekadar seremoni, melainkan bentuk konkret penegakan hukum adat bagi warga yang melanggar norma adat Minangkabau.   “Tradisi ini bersifat terbuka agar menjadi pelajara...

Nagari Salimpek: Harmoni Alam, Adat, dan Agama di Lembah Bukit Barisan

Kabar  Gumanti TV     Fhoto kantor Wali Nagari Salimpek Lembah Gumanti,  gumantitv.online  — Nagari Salimpek merupakan salah satu nagari yang terletak di kawasan pegunungan Bukit Barisan, tepatnya di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Terkenal sebagai penghasil bawang merah, aneka sayuran, cabe, dan peternakan kelinci, nagari ini juga menyimpan potensi wisata dan budaya yang kental dengan nilai-nilai adat serta ajaran agama Islam. Struktur Wilayah dan Kependudukan Nagari Salimpek terbagi ke dalam tujuh jorong (wilayah administrasi setingkat dusun), yaitu: 1. Tanjung Balit 2. Taratak Baru 3. Sungai Talang 4. Sibu-bua 5. Salimpat 6. Lipek Pageh 7. Aie Karuah Dengan jumlah penduduk sebanyak 9.438 jiwa per tahun 2023, pembagian jorong ini menjadi tulang punggung pemerataan pembangunan dan pemerintahan nagari. Kondisi Geografis dan Potensi Ekonomi Nagari ini berbatasan dengan Nagari Alahan Panjang, Sungai Nanam, dan Kecamatan Hilir...

Viral Penjual Cendol Asal Batusangkar di Belanda, Bukti Jiwa Dagang Orang Minang Tak Kenal Batas

Kabar  Gumanti TV Jakarta,  gumantitv.online  —  Sebuah video yang diunggah oleh pengguna TikTok bernama @khaerulafandi10 tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Dalam video yang diposting pada Minggu, 20 Juli 2025, Khaerul—seorang WNI asal Jawa Barat yang sedang berada di Belanda—merekam momen saat dirinya membeli minuman tradisional khas Indonesia, cendol, dari seorang penjual kaki lima di negeri kincir angin tersebut. Dalam video berdurasi kurang dari satu menit itu, Khaerul dengan ramah bertanya kepada sang penjual, “Ibu asalnya dari mana?” Dengan tersenyum, sang ibu menjawab, “Saya dari Batusangkar.” Tak puas dengan jawaban itu, Khaerul kembali bertanya, “Batusangkar itu di mana, Bu?” Sang ibu pun menjelaskan bahwa Batusangkar adalah sebuah kota kecil yang terletak dekat Bukittinggi, Sumatra Barat. Percakapan ringan itu diselingi gelak tawa hangat, sembari sang ibu dengan cekatan mengaduk dan menyajikan segelas cendol untuk Khaerul. Meja ...